Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Minggu, 11 Januari 2009

Juaro 6

SETELAH menjelaskan semua persoalan, kedua orangtua istriku menarik napas hampir bersamaan. Mata mereka menatap tajam kepadaku. Abahnya berdiri.
“Aku setuju kalian bercerai. Aku memang tidak suka dengan kau. Terus terang saat mau mengawinkan Siti dengan kau, aku ragu. Gaji awak kecik. Pasti nyusake bae. Ya, sudah. Banyak lanang yang galak dengan Siti meskipun jando!”
Aku sama sekali tidak menyangka ucapan itu keluar dari mulut abah istriku. Emosiku memuncak. Meja yang berada di depanku secepatnya kuangkat, kupukulkan ke kepala abah istriku itu; berulang kali. Gelap.
Istriku dan ibunya menangis dan berteriak minta tolong. Aku terdiam. Sekujur tubuhku seperti disiram air es.
Puluhan orang menatapku saat aku menuruni tangga rumah mertuaku. Sebagian dari mereka, kulihat ada yang membawa senjata tajam. Istriku dan ibunya menangis dan memakiku, “Iblis!”, “Anjing!”.
“Tolong anterke aku ke kantor polisi,” kataku kepada puluhan orang itu. Entah kenapa, mungkin lantaran permintaanku itu beberapa orang yang membawa senjata tajam tidak menyerangku padahal tidak sedikit di antara mereka kerabat istriku.
Kini, aku tahu kenapa mereka tidak menyerangku saat itu. Ternyata keluarga Siti sangat tidak disukai tetangga maupun kerabatnya. Abahnya dikenal angkuh, ibunya suka mengejek serta merendahkan orang lain, dan Siti sendiri suka menyombongkan kekayaan orangtuanya.
Dapat diduga, aku diberhentikan sebagai pegawai negeri. Sementara pengadilan memvonisku tujuh tahun penjara. Dari rumah tahanan di Jalan Merdeka hingga ke lembaga permasyarakatan di Pakjo.
Beberapa orang yang kukenal tidak menyangka hukumanku seberat itu. Menurut mereka, dengan sikapku yang segera menyerahkan diri kepada polisi setelah peristiwa itu, serta perbuatanku bukan pembunuhan berencana, hukuman yang kuterima seharusnya lebih ringan.
Memang, selama proses penyidangan aku tidak pernah menyogok siapa pun. Baik kepada jaksa maupun hakim. Jika pun mau, aku dan keluargaku sama sekali tidak mempunyai uang. Yang kudengar, justru Siti yang menyogok—tidak tahu untuk siapa—meminta agar aku dihukum seberat-beratnya.
Selama di penjara aku disegani tahanan lain. Mereka segan sebab aku dipenjara karena membunuh orang. Jika memerkosa mungkin aku menjadi bulan-bulanan tahanan lain. Meskipun demikian selama dipenjara aku berperilaku baik. Aku tidak pernah membuat onar. Makanya aku yang seharusnya ditahan selama tujuh tahun, dibebaskan setelah enam tahun dipenjara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar