Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Minggu, 01 Februari 2009

Juaro 26

SELAMA seminggu Solikin sembunyi di rumah orangtuanya di Pulaurimau, Banyuasin, sekitar 98 kilometer dari Palembang. Solikin diburu preman yang mengancam akan membunuhnya. Para preman itu disuruh Jai yang sakit hati mobilnya dirusak oleh penarik becak saat unjukrasa ke Gedung Dewan itu.
“Kalau idak mati setidaknya kalian kasih dua lubang di pantatnya. Biar dio dak pacak mecak lagi,” pinta Jai kepada bandit-bandit suruhannya itu.
Sebenarnya Jai dan Solilkin berteman. Saat kampanye Pemilu 1999, Solikin banyak membantu Jai dengan cara menyosialisasikan partainya kepada para penarik becak di Palembang. Solikin pun mengajari Jai apa yang harus dikatakan kepada penarik becak: “Bilang bae kalau kagek terpilih sebagai anggota Dewan akan menurunkan harga beras, memberantas korupsi, dan membuka lapangan pekerjaan.”
Namun, setelah terpilih menjadi anggota Dewan, Jai tidak mau lagi berhubungan dengan Solikin. Beberapa kali Jai menghindar setiap mau ditemui Solikin. Baginya, Solikin itu tidak pantas berteman dengannya.
Sementara Solikin yang kepalanya plontos itu didesak teman-temannya agar menuntut Jai, yang belum menepati janjinya. Solikin yang membiayai kuliahnya dari menarik becak, juga menjadi sasaran kekesalan para penarik becak. Beberapa kali dia akan dikeroyok para penarik becak, berkaitan dengan janji Jai itu tentunya.
“Dio itu bukan temanku. Dio itu tukang becak yang kubayar saat kampanye dulu. Jadi dak katik hubungan apo-apo dengan aku. Paling-paling dio cari aku tu minta duit,” kata Jai kepada teman satu fraksinya, yang memberi tahu Solikin mencarinya.
“Aku bukan mau minta duit dengannya!” kata Solikin.
Ya, sebagai ketua organisasi penarik becak di Palembang, dia ingin menemui Jai, sebagai teman dan angggota Dewan, untuk minta tolong agar Jai memberi teguran kepada polisi pamong praja, yang sering bertindak kasar terhadap para penarik becak di jalan.
“Mereka memang sekendaknya kalu di jalan. Biang macet jalan. Mobil aku bae lecet gara-gara ditabrak becak. Kurang ajar pulo si penarik becaknya, setelah nabrak minta duit buat berobat. Lemak bae. Kutampar dio. Jadi sebaiknya memang becak di Palembang ini harus dimusnahkan. Cubo jingok Singapor itu, tertib, katik becak. Lemak nian jingoknyo,” seloroh Jai kepada Tarto, sesama anggota Dewan, saat pulang dari berkaraoke dengan seorang pengusaha real estate dari Jakarta di Heppi Karaoke.
Heppi Karaoke terletak di kawasan pertokoan Ilir Barat Permai, Palembang. Pada 26 Juli 2002 tempat hiburan itu terbakar. Puluhan orang mati terpanggang di dalam gedung tempat hiburan itu, termasuk Yanti, seorang lonte simpanan Jai yang tinggal di Rumah Susun Blok 46.
Beberapa bulan kemudian Solikin masuk ke rumah sakit. Pantat, tangan kanan dan perutnya ditusuk orang saat dia menarik becak di Pasar Cinde. Dia selamat. Namun, untuk dua bulan Solikin menahan sakit saat mising.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar