Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Minggu, 01 Februari 2009

Juaro 27

SEKITAR awal tahun 1990, Jai yang berlari ke Pekanbaru karena diburu Petrus kembali ke Palembang. Perutnya mulai buncit meskipun matanya tetap liar. Dia meninggalkan seorang istri dan dua anak di kota itu. Istrinya bekerja di sebuah diskotek di kota itu.
Di Palembang, dia mencari makan di Pasar 16 Ilir. Siang hari dia menjadi penjaga parkir dan malamnya membantu temannya, Seha, menagih uang kebersihan dari para penjual sayur.
Lantaran pandai bergaul, Jai disenangi para bandit di pasar itu. Lalu, Pemilu 1997, dia diajak Seha menjadi tim sukses sebuah partai politik. Tugas mereka mengerahkan massa dan men-cabuti atau merusak atribut partai politik lainnya.
Ketika kerusuhan Mei 1998, Jai turut menikmati penjarahan toko-toko. Dia me-nampungi semua barang yang dijarah. Selain itu dia pun mendapatkan banyak uang dari pengusaha yang minta toko dan kantornya diamankan dari jarahan massa.
Menjelang Pemilu 1999, dia bergabung dengan sebuah partai politik. Saat pencalonan anggota legilslatif, dia menjadi calon dengan nomor urut 5. Guna memenuhi persyaratan, dia membeli ijazah SMP palsu seharga satu juta rupiah. Jai terpilih menjadi anggota Dewan.
“Orang seperti Jai yang menjadi anggota Dewan banyak. Bahkan di antaranya, bekas germo atau penjual nomor buntut,” kata Putra.
“Tapi bukan latar belakang sosial mereka yang kita persoalkan. Setiap orang berhak menjadi anggota Dewan. Tetapi, sebaiknya mereka mengubah perilaku buruknya setelah menjadi anggota Dewan, dan mereka sebenarnya dapat mem-perjuangkan nasib wong kecik. Mereka juga du-lunya seperti itu kan.”
Putra menarik napas.
Lanjutnya, “Jadi peristiwa kekerasan yang menimpa Solikin jelas suatu tindakan pelanggaran HAM. Biar bagaimanapun, kita harus membuktikan bahwa penusukan terhadap Solikin berkaitan dengan aksi kawan-kawan penarik becak setahun lalu.”
Pernyataan Putra itu mendapat aplaus dari beberapa perwakilan LSM yang melakukan pertemuan, sehari setelah Solikin ditusuk orang yang tak dikenal, yang diduga bandit suruhan Jai.
“Sekarang langkah apa yang harus kita ambil?”
“Kita akan melakukan siaran pers, melapor ke polisi, dan membentuk tim investigasi. Jangan takut diancam para bandit itu. Mereka takut juga dengan kita.”
Hingga Solikin memutuskan menjadi calon anggota legislatif dalam Pemilu 2004, kasus penusukan terhadap dirinya itu tidak terungkap.
Polisi dan tim investigasi yang dibentuk sama sekali tidak menemukan siapa pelaku penusukan terhadap Solikin, apalagi membuktikan keterkaitan penusukan terhadap dirinya dengan aksi penarik becak di gedung Dewan.
Dalam Pemilu 2004, Solikin gagal menjadi anggota Dewan sementara Jai kembali terpilih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar