Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Rabu, 11 Februari 2009

Juaro 44

SULAIMAN tiduran di dalam perahu. Dibiarkannya perahu itu terombang-ambing oleh arus Sungai Musi. Terik matahari sore seolah tak dirasakannya. Beberapa penarik perahu ketek tampak kesal lantaran perahu yang dinaiki Sulaiman menghadang jalannya. Sulaiman baru beberapa jam keluar dari penjara.
Sulaiman berdiri. Dia kemudian berteriak.
“Bapak gilo! Bapak gilo! Kubunuh kau!”
Beberapa orang tengah mandi terkejut mendengar teriakan Sulaiman itu, begitupun mereka yang tengah naik perahu ketek. Namun, sebagian kemudian tertawa.
“Ado apo, Mang? Dio marah dengan Mamang?” tanya Husin, anak Dollah, yang baru naik ke darat sehabis mandi.
“Idak. Bukan marah dengan Mamang,” jawabku.
Halimah duduk di kursi, menatap Sungai Musi melalui jendela.
“Kau pulo. Budak baru keluar, kau ceritoke soal Jai. Mano nak stres dio,” kataku.
Halimah menarik napas.
“Biar cepat tau kian bagus. Bapaknyo memang gilo. Gilo! Bagusnya dio cepat mati bae dulu. Ditembak petrus.”
“Ya, sudah, aku nak cari duit dulu.”
Aku membawa perahu ketekku ke Dermaga Benteng Kuto Besak. Kubiarkan Sulaiman terombang-ambing bersama perahunya. Sulaiman mati pun aku tidak peduli, pikirku. Dia bukan anakku dan selalu menyusahkan kami.
Dermaga Benteng Kuto Besak dipenuhi orang-orang yang baru pulang dari kerja, baik yang bekerja di Seberang Ilir maupun yang baru pulang dari pabrik-pabrik di Iliran.
Beberapa petani dengan perahunya beranjak pulang ke dusunnya di Uluan, setelah seharian menjual sayuran dan buahan di sekitar dermaga itu.
“Mang Hasan! Mang Hasan!” panggil Putra.
“O, awak Putra. Awak nak ke mano?”
“Aku memang nak cari Mang Hasan. Ado kabar baik. Jai dipecat oleh parpolnya sebagai anggota Dewan. Kabarnya dio sekarang berangkat ke luar negeri. Mungkin malu.”
Bagai minum air susu hangat aku mendengar berita itu. Aku tertawa. Selanjutnya kami tertawa sekeras-kerasnya, tidak peduli orang-orang di sekitar kami keheranan. Tiang jembatan Ampera kulihat seperti batangan emas.
“Ayo, ke rumah. Kito minum kopi. Kito kasih tau wong kampung,” ajakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar