Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Minggu, 08 Februari 2009

Juaro 36

“ABAH, aku nak dilamar Kak Jai.”
Darah Ali Akbar yang bertubuh tambun itu naik mendadak. Dia bangkit dari kursi goyang yang terbuat dari rotan. Seperti Soekarno berpidato tangannya diangkat.
“Apo? Kau nak dilamarnyo. Kau galak jugo? Kubunuh kalian!” kata Ali Akbar terus mendorong kursi goyangnya.
Halimah bergegas masuk ke kamarnya. Kursi itu belum berhenti bergoyang.
“Ado apo, Abah. Mau Maghrib marah-marah.”
“Jai bandit itu nak ngelamar Halimah. Gilo dio. Kasih tau anak kau tu, jangan lagi ketemu dengan bandit itu. Aku nak ke langgar dulu.”
“Yo, aku jugo dak setuju dengan Jai tapi jangan kau marahi cak itu anak kau.”
Sekitar dua bulan Jai dan Halimah tidak bertemu. Ali Akbar dan istrinya merasa senang. Tetapi, mereka tidak tahu jika Jai dan Halimah terus melakukan komunikasi melalui surat. Kurirnya adalah Syukur. Anak kandung Ali Akbar. Syukur senang menjadi kurir lantaran setiap pengiriman surat dia diberi uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar