Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Rabu, 11 Februari 2009

Juaro 42

SELAMA peristiwa itu berlangsung aku bengong. Aku baru tersadar ketika Ahmad Liam mengetok palunya karena ruang pertemuan gaduh.
“Mana Halimah tadi?” tanyaku.
“Dibawa keluar. Urus bini awak tu, Pak,” jawab Solikin yang duduk di sebelahku.
Aku bergegas keluar dari ruang pertemuan. Kutemui Halimah yang duduk di dekat salah satu tiang teras Gedung Dewan itu. Dia dikelilingi sejumlah warga dan beberapa wartawan.
“Nian, Pak. Dio itu Jai, bapaknya Sulaiman, bapaknya Taufik.”
“Sudahlah. Mungkin muka dan namanya samo. Sudahlah. Idak mungkin kalu benar dio lupa dengan awak.”
“Aku nih dak mungkin salah. Dio kan bekas laki aku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar