Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Sabtu, 21 Februari 2009

Juaro 56

KETIKA Putra diculik dan tidak diketahui kabar selanjutnya; entah mati atau hidup, Yulia tengah hamil tiga bulan. Yulia dan Putra belum menikah, tetapi dinginnya malam pergunungan di Pagaralam saat mereka melakukan pendakian Gunung Dempo, Yulia merasakan kenikmatan luar biasa saat bersetubuh. Sayangnya, kecerobohan Putra yang membiarkan sperma menghantam sel telur Yulia, membuat perempuan muda itu berharap kuat Putra segera menikahinya.
Putra siap menjadi suami tetapi dia tak ingin punya anak. Alasannya dia masih ingin mengejar karier. Bila sudah punya anak, Putra takut kariernya terhambat. Yulia tidak membantahnya tetapi dia tidak melakukan aborsi.
Lalu, sebelum persoalan itu diselesaikan mereka, Putra meninggalkan kedukaan dan cemoohan. Yulia bagaikan hidup di dalam gerbong kereta api tanpa pintu. Memang, pada saat Yulia hamil, dia tidak sendirian. Puluhan perempuan di Palembang hamil meskipun belum menikah.
Hanya, jilbab yang dikenakan Yulia menjadi oven yang panasnya mencapai 80 derajat celcius setiap kali bertemu dengan teman-temannya, keluarganya atau para tetangganya di Plaju; kediaman orangtuanya. Oven itu membakar kepalanya.
Meskipun mencintainya, Yulia sangat membenci Putra. “Bapakmu orang yang paling ceroboh,” kata Yulia, saat menyusui bayinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar