Edisi Cetak Diterbitkan PUSTAKA MELAYU Tahun 2005

Jumat, 06 Februari 2009

Juaro 35

“INI untuk awak. Buka dan pakela untuk besok.”
Halimah menerima sebuah bungkusan dari Jai.
“Ado apo besok?”
“Buyan. Besok kan kawan awak Siti di Plaju nak kawin.”
“Oi, yo.”
Halimah berlari kecil ke kamarnya. Jai ditinggalkan di ruang tamu. Jai menghisap rokok kretek Djarum dalam-dalam, dihembuskan panjang. Jai tersenyum. Kedua tangannya dibentangkan di sandaran kursi. Angin berhembus. Matanya terpejam.
“Dari mano kau dapetke duit untuk beli hadiah itu?”
Jai terkejut.
“Oh, Abah. Sudah nak ke langgar? Itu, itu dari gajiku.”
Jai berdiri sambil menundukkan kepala.
“Sudah begawe awak? Begawe apo? Begawe majaki Cino di pasar itu.”
“Aku tu jago malem di pasar. Jadi itu memang gajiku.”
“Sudahlah. Kau kan sudah punya bini. Buat apo deketi Halimah.”
“Abah, biniku itu sudah tak akur lagi dengan aku.”
“Siapo yang tahan dengan awak ni. Sudah, kito barengan turun. Ayo!”
Halimah berdiri di depan pintu kamarnya saat Jai diajak turun Ali Akbar, bapak angkatnya. Dia mengenakan pakaian yang baru dibelikan Jai, baju kurung dengan motif bola-bola berwarna merah. Jai menoleh ke arah Halimah, terus memberi salam dua jari di bibir.
Jai tidak disenangi Ali Akbar. Alasannya selain bandit, Jai sudah beristri, meskipun dia sudah jarang berkumpul dengan istrinya. Sementara, menurut Halimah, Jai adalah lelaki yang berani dan jujur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar